Jakarta (23/02)--- Undang-undang No.8/2014 tentang Penyandang Disabilitas diakui memang belum diimplementasikan secara optimal, terutama mengenai perhatian atau atensi yang masih rendah terhadap para penyandang disabilitas yang tengah menjalani proses pendidikan di berbagai Sekolah Luar Biasa (SLB) yang tersebar di berbagai wilayah di tanah air. Sebagai salah satu isu strategis dari program kerja dan kegiatan Kemenko PMK, Keasdepan bidang Pemberdayaan Disabilitas dan Lansia pada Kedeputian bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial Kemenko PMK, menggelar rapat koordinasi tingkat Eselon I untuk membahas masalah implementasi UU No.8/2014 di SLB itu. Rapat koordinasi siang ini dibuka dan dipimpin langsung oleh Deputi bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial Kemenko PMK, Tb Achmad Choesni, dan dihadiri oleh jajaran Keasdepan bidang Pemberdayaan Disabilitas dan Lansia Kemenko PMK serta para perwakilan dari Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Agama.
Dalam pengantarnya, Choesni mengungkapkan rakor hari ini berangkat dari sejumlah pertanyaan, mulai dari bagaimana akses disabilitas terhadap pemenuhan hak pendidikannya, bagaimana kondisi anak disabilitas yang tengah menjalani pendidikan, bagaimana kualitas pendidikan mereka di sekolah, hingga bagaimana arah kebijakan, strategi program dan kegiatan nasional, provinsi, serta kab/kota? “Untuk menjawab berbagai pertanyaan itu, dinilai perlu melakukan pengarusutamaan kebijakan pemberdayaan disabilitas dalam setiap sektor pembangunan dengan menciptakan kebijakan dan program yang mengandung energi sinergitas positif yang lebih besar dan mengatasi tantangan yang multikompleks secara bijak untuk mewadahi semua kepentingan,” tandas Choesni.
Prioritas pengarusutamaam dalam kebijakan pemerintah, yakni pendekatan perencanaan berbasis hak; kebijakan anggaran untuk pelaksanaan kebijakan yang akses bagi semua; harmonisasi kebijakan dan adanya layanan publik yang mudah diakses, murah, cepat dan tidak diskriminatif. Sementara menurut UU No.8/2014 tentang Penyandang Disabilitas di Pasal 10 menyatakan bahwa “Hak pendidikan untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak: mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus; mempunyai kesamaan kesempatan untuk menjadi pendidik atau tenaga kependidikan pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan; mempunyai kesamaan kesempatan sebagai penyelenggara pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis , jalur, dan jenjang pendidikan; dan mendapatkan akomodasi yang layak sebagai peserta didik.
Data Bappenas tahun 2014 mencatat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, penyandang disabilitas yang bersekolah semakin sedikit dan penyandang disabilitas tinggal di desa dan bersekolah jumlahnya lebih sedikit dibandingkan yang tinggal di kota. Data yang sama juga menunjukkan kalau Disabilitas merupakan salah satu penyebab anak usia 5-15 tahun Belum/berhenti sekolah. Alasan disabilitas itu rata-rata mencapai 1,79 persen. (sumber: Kedeputian II Kemenko PMK)
Categories: