Lombok Timur, (19/7)- Pemerintah telah menetapkan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) pada tanggal 22 Nopember 2017 sebagai pengganti UU No. 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negri. Adanya UU No. 18 tahun 2017 tersebut, terangnya, semakin memperkuat bahwa Negara berusaha hadir di setiap tahapan, sejak persiapan keberangkatan hingga kepulangan kembali ke tanah air. Kerjasama dan kerja bersama dengan seluruh pemangku kepentingan terkait PMI sangat diperlukan.
Hal ini dungkapkan Asisten Deputi Pemberdayaan Perempuan Kemenko PMK, Wagiran, saat memberikan arahan sekaligus sambutan pada Rakor Perbaikan Tata Kelola Layanan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Lombok Timur, Lombok ,Kamis (19/07). Propinsi Nusa Tenggara Barat secara nasional merupakan propinsi yang menempati urutan keempat daerah asal PMI, dan Kabupaten Lombok Timur menempati urutan kedua setelah Kabupaten Indramayu Jawa Barat.
“Berdasarkan data dari BNP2TKI, pada tahun 2017 Lombok Timur mengirimkan 15.230 orang, turun dari tahun sebelumnya sebanyak 19.274 orang. Sementara itu periode Januari-Juni 2018 jumlah PMI asal Lombok Timur adalah 6.902 orang,” ungkap Wagiran.
Lebih lanjut Wagiran menyampaikan bahwa untuk meningkatkan pelayanan kepada calon PMI, pembangunan LTSA/LTSP sudah dilaksanakan dan sudah berjalan di beberapa daerah perbatasan dan daerah asal/kantong PMI, yang merupakan langkah awal dari perbaikan Tata kelola Layanan PMI. Untuk Kabupaten Lombok Timur pada awal Januari 2018, telah diresmikan LTSA/LTSP sebagai salah satu bentuk perlindungan bagi warga yang akan bekerja ke luar negeri. LTSA/LTSP dimaksudkan pula untuk mengubah stigma negatif yang selama ini muncul dalam pelayanan PMI.
Wagiran juga menyampaikan bahwa penempatan PMI tidak lepas dari kejadian Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) karena masih banyak pemberangkatan yang non prosedural/ilegal. Upaya pencegahan pemberangkatan Pekerja Migran secara non prosedural/ilegal dan sekaligus mengurangi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) harus dilakukan oleh semua pihak (Pemerintah, pengusaha, masyarakat sipil, tokoh agama, dan tokoh masyarakat) secara gotong royong.
Rakor ini dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Lombok Timur mewakili Bupati Lombok Timur, di Puri Al Bahrah Selong Lombok Timur. Dalam sambutan tertulisnya, Bupati menyampaikan bahwa persoalan menyangkut PMI yang perlu segera dicarikan alternatif solusi adalah terkait perbedaan jumlah data PMI antar OPD terkait. Selain itu, diperlukan juga peningkatan kapabilitas, keterampilan pekerja migran, juga pemahaman pekerja migran terhadap hukum di negara tujuan atau tempatnya bekerja serta pemahaman lingkungan kerja dan budaya yang akan dihadapinya selama bekerja.
Rapat yang dihadiri oleh sekitar 110 orang dari perwakilan OPD tingkat Kabupaten/Kecamatan/Desa di Kabupaten Lombok Timur, LSM/Organisasi masyarakat pemerhati PMI, pengusaha/swasta, lembaga pendidikan, organisasi keagamaan, tokoh masyarakat, masyarakat sipil, penyelenggara penempatan/PPTKI se Lombok Timur ini, bertujuan mendorong para pemangku kepentingan dalam upaya perbaikan tata kelola layanan PMI khususnya di kabupaten Lombok Timur.
Rakor menghasilkan sejumlah rencana tindak lanjut, di antaranya perlu sosialisasi UU No. 18 tahun 2017 secara intensif, integrasi sistem informasi untuk mendukung layanan PMI di daerah asal/kantong PMI, dan melakukan updating dan pengintegrasian data pemulangan PMI termasuk PMI Bermasalah. Sementara tindak lanjut untuk peningkatan kapasitas calon PMI meliputi pelatihan keterampilan agar mempunyai kompetensi dan mampu bersaing di negara penempatan, peningkatan pemahaman terhadap hukum di negara tujuan, dan pemahaman lingkungan kerja dan budaya yang akan dihadapinya selama bekerja. (Asdep2/Dep VI).
Categories: