Jakarta (18/12)--- Assistive Technology (alat bantu) merupakan kebutuhan dasar yang memberi pengaruh besar dalam perkembangan dan partisipasi penyandang disabilitas dalam berbagai sektor pembangunan. Upaya pemenuhan haknya diatur dalam UU No 19 tahun 2011 tentang Ratifikasi UN CRPD dan UU No 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang meliputi hak kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam memenuhi kebutuhan alat bantu untuk penyandang disabilitas maupun kelompok rentan lainnya, antara lain melalui pembiayaan dari pusat, provinsi, kab/kota. Namun, diketahui terjadi gap yang cukup tinggi antara kebutuhan dengan penyediaan alat bantu yang disebabkan oleh keterbatasan biaya dalam pengadaan; dan provider/penyedia alat bantu sangat terbatas jumlahnya dan belum tersebar merata di seluruh Indonesia.
Maka, memang diperlukan adanya pemahaman tentang kapasitas pemenuhan alat bantu di Indonesia. Kemenko PMK, melalui Asisten Deputi Pemberdayaan Disabilitas dan Lansia menggelar pertemuan koordinasi dengan K/L terkait untuk membahas masalah ini lebih lanjut. Adapun diskusi yang berlangsung dalam pertemuan ini diharapkan terdapat tindak lanjut pembentukan Working Group/ Pokja Nasional Alat Bantu dalam program perencanaan nasional. Selain itu, diharapkan pula diperolehnya informasi tentang upaya pemenuhan alat bantu, teknis koordinasi pemenuhan alat bantu dan prioritas strategi yang akan dikembangkan di tahun 2020.
Pertemuan koordinasi ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan koordinasi sebelumnya tentang peningkatan akses pemenuhan alat bantu baik yang dilakukan oleh Kemenko PMK, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, atau pihak-pihak lain yang memiliki komitmen dan kepentingan bersama. Pertemuan dan diskusi dipimpin langsung oleh Asisten Deputi Pemberdayaan Disabilitas dan Lansia, Kemenko PMK, Ade Rustama dan dihadiri oleh K/L terkait. Pertemuan berlangsung di Jakarta pada Selasa pagi hingga siang kemarin (17/12).
Perencanaan pemenuhan alat bantu secara nasional diperlukan dalam kerangka koordinasi dan berbagi peran sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi. Koordinasi nasional upaya peningkatan akses pemenuhan alat bantu belum dilakukan, sementara program penyediaan alat bantu telah dilakukan K/L. “Perlu sinkronisasi dan koordinasi yang sistematis untuk meminimalisir gap penyediaan alat bantu kepada penerima manfaat (penyandang disabilitas, lansia, penderita PTM dan kelompok rentan lainnya) dan Kemenko PMK pada Agustus 2019, telah melakukan Rakor tentang Tindak Lanjut Pemenuhan Perencanaan Penyediaan Alat Bantu bagi Penyandang Disabilitas,” kata Ade dalam arahannya.
Sementara itu, Clinton Health Access Initiative (CHAI), Lembaga Assessment penyediaan alat bantu dalam rekomendasinya menyebutkan bahwa diperlukan penguatan koordinasi, sinkronisasi, dan kualitas data penyandang disabilitas serta kebutuhan alat bantu antar Kementerian/Lembaga dengan triangulasi, verifikasi dan validasi yang semakin baik di tingkat Kab/Kota guna mendukung perencanaan dan penganggaran berdasarkan analisis inklusif disabilitas berbasis data serta pernyataan anggaran disabilitas. Diperlukan juga penyusunan strategi percepatan penyediaan data sektoral penyandang disabilitas melalui inovasi sistem pendataan SIM-PD yang terhubung secara nasional dengan dukungan dari pemerintah, pemerintah daerah, organisasi penyandang disabilitas, dan masyarakat.
Selain itu, perlu dikembangkan koordinasi nasional strategi pemenuhan alat bantu dengan melibatkan pemerintah dan pemangku kepentingan relevan lainnya untuk berperan dalam sinkronisasi dan sinergi antarpemangku kepentingan alat bantu melalui kelompok kerja nasional pemenuhan alat bantu sebagai bagian dari Rencana Induk Pembangunan Inklusi Disabilitas (RIPD) di Indonesia. CHAI juga merekomendasikan disusun dan dikembangkannya strategi/kebijakan nasional jangka panjang tentang pemenuhan alat bantu (Peta Jalan/Strategi Pemenuhan Alat Bantu) sesuai dengan mandat undang-undang untuk menjadi pedoman bagi Pemerintah Pusat maupun Daerah/Desa dalam proses perencanaan (Pedoman, NSPK, atau lainnya) program alat bantu; Pengarusutamaan isu disabilitas dan memastikan masuknya pemenuhan alat bantu dalam dokumen RPJMN untuk kemudian diturunkan ke dalam RPJMD Propinsi/Kabupaten/Kota/Desa sehingga berdampak pada alokasi anggaran dan kebijakan di masing-masing daerah dan mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi kebijakan dan program pemerintah daerah sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang sudah ditetapkan.
CHAI menyarankan untuk memperkuat perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi implementasi penyediaan alat bantu skema DAK Fisik Sosial untuk Alat Bantu sebagai bagian dari peran pemerintah pusat dalam meningkatkan kualitas layanan dan produk alat bantu sesuai dengan standart kesehatan, berbasis kebutuhan dan kebermanfaatan secara efektif serta berpotensi sebagai model untuk penyediaan alat bantu; Mengembangkan strategi peningkatan pemenuhan masing-masing produk alat bantu sesuai dengan tingkat dampak fungsional sesuai urgensi dan magnitudenya terutama untuk penanganan gangguan mobilitas dengan dukungan penyediaan kebijakan tentang pedoman/standart produk alat bantu berdasarkan gangguan fungsional yang implementatif untuk Pemerintah Daerah dan Desa; Penguatan kebijakan-kebijakan pembiayaan dan fiskal dalam penyediaan alat bantu baik dari dalam/luar negeri sehingga harga produk menjadi lebih terjangkau didukung dengan penguatan pengelolaan anggaran pemerintah daerah dan desa; dan Penguatan dukungan dari pihak ketiga. (sumber: Kedep II Kemenko PMK)
↧
Kemenko PMK Tindaklanjuti Upaya Pemenuhan Alat Bantu bagi Disabilitas dan Lansia
↧