Jakarta (31/07)--- Deputi bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial Kemenko PMK, Tb. Achmad Choesni, hari ini memberikan paparan kebijakan Pemerintah Indonesia terhadap warga Lanjut Usia (Lansia) di hadapan delegasi dua negara yang berasal dari Malaysia dan Jepang. Tamu kedua negara itu hadir di ruang rapat lt. 6 gedung Kemenko PMK pada Senin pagi dan dijamu berbagai informasi penting serta pengalaman Indonesia dalam menghadapi warga Lansia dan berbagai persoalannya. Delegasi dari Malaysia terdiri atas para pejabat yang kini duduk di Departemen Kesejahteraan Sosial milik beberapa Pemerintahan Negara Bagian seperti Sabah, Malaka, Serawak, dan sebagainya serta akademisi. Kunjungan Delegasi Malaysia ke Kemenko PMK merupakan titik pertama dari rencana kunker mereka mulai 30 Juli hingga 8 Agustus 2017 nanti. Sementara Delegasi asal Jepang terdiri atas para peneliti senior yang sehari-hari bekerja di Mitsubishi Research Institute Japan.
“Kami, Pemerintah Indonesia dalam menjalankan kebijakan tentang lansia ini berusaha semaksimal mungkin agar semua yang sudah rumuskan dapat terwujud begitu juga dengan yang sedang kami rencanakan untuk tahun mendatang. Pada prinsipnya, kami ingin agar warga Lansia juga turut merasakan ‘kehadiran negara’ seperti yang selama menjadi tekad pemerintah,” kata Choesni membuka paparannya. “Kami tentu akan senang sekali belajar pengalaman Malaysia dan Jepang segala hal tentang kelanjutusiaan.”
Lebih lanjut, Choesni mengungkapkan bahwa jumlah Lansia di Indonesia terus meningkat dari 4,9 persen atau sekitar 11,878,236 jiwa di tahun 2010 menjadi 10,8 persen atau sekitar 32,112,361 jiwa di tahun 2035 nanti. Transisi kependudukan yang menunjukkan warga Lansia semakin banyak akan mengalami puncaknya di Indonesia dalam waktu 25 tahun ke depan. Saat ini Indonesia tercatat masuk ke dalam lima negara dengan jumlah penduduk terbesar dan ketiga terbesar dalam jumlah Lansia di dunia. Meningkatnya jumlah lansia tentu tidak terlepas dari kesuksesan Program Keluarga Berencana yang sejak lama dicanangkan pemerintah, begitu juga dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup.
Namun sebaliknya, tambah Choesni, Indonesia juga tengah menghadapi beberapa tantangan yang harus segera ditangani terkait masalah Lansia ini seperti masalah kesehatan Lansia yang diperkirakan dapat menjadi beban tersendiri bagi ongkos perawatan dan pengobatan; kemajuan ekonomi yang harus mampu mengimbangi pertumbuhan jumlah Lansia yang kian pesat; angka buta huruf yang masih tinggi di kalangan Lansia; dan masalah angkatan kerja Lansia.
Soal regulasi, Choesni mengungkapkan bahwa Indoensia telah meratifikasi The Madrid International Plan of Action on Ageing (MIPAA) yang akhirnya terkandung dalam Undang-undang No.13/1998 tentang Kesejahteraan Lansia dan Undang-undang No.30/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Berikutnya adalah sejumlah regulasi turunan berupa Pedoman Rencana Aksi Nasional untuk Kesejahteraan Lansia di tahun 2003; Peraturan Pemerintah No.43/2004 tentang Tujuan Perbaikan Kesejahteraan Lansia; Keppres No.52/2004 tentang Pembentukan Komisi Nasional/Daerah Lanjut Usia; Keppres 93/M/2005 tentang Penetapan Keanggotaan Komisi Nasional Lanjut Usia Periode 2005-2008; Undang-undang No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional; Undang-undang No.11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial; dan Undang-undang No.13/2011 tentang Pengentasan Kemiskinan.
“Kebijakan yang dibuat Pemerintah Indonesia kini tidak hanya fokus pada masalah kelanjutusiaan tetapi harus berdasarkan pada siklus kehidupan, dengan tujuan agar setiap generasi yang ada dapat menyiapkan diri jauh hari sebelum mereka memasuki masa lanjut usia,” tutup Choesni.(sumber: Kedep II Kemenko PMK)
Categories: